Kamis, 20 Oktober 2011

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)


II.2.     Tekanan Darah
II.2.1.  Definisi Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dikerjakan oleh darah melawan dinding pembuluh darah (arteri) pada saat darah mengalir menuju seluruh tubuh. Tekanan darah seseorang dinyatakan dalam bentuk sistolik per diastolik (mmHg). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat kontraksi ventrikel jantung sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan tekanan darah saat relaksasi ventrikel jantung ( WHO, 2011). Tekanan darah biasanya diukur pada arteri brakialis pada bagian dalam siku.

Bunyi Korotkoff adalah suara dengan frekuensi rendah yang berasal dari pembuluh darah dalam konjungsi dengan turbulensi yang dihasilkan oleh terhambatnya sebagian arteri dengan manset tekanan darah. Tekanan sistolik dicatat saat bunyi Korotkoff terdengar menggunakan stetoskop (fase 1). Tekanan diastolik dicatat saat bunyi Korotkoff  menjadi sangat lemah (fase 4) atau menghilang (fase 5) (Skills Laboratory-Faculty of Medicine Gadjah Mada University, 2008).
II.2.2.  Klasifikasi Tekanan darah
Menurut klasifikasi JNC VII tahun 2004, tekanan darah dibagikan menjadi 4 kategori yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan kriteria JNC VII
Kategori
Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
dan
< 80
Pre Hypertension
120-139
atau
80-89
Stage I Hypertension
140-159
atau
90-99
Stage II Hypertension
≥ 160
atau
≥ 100

Prehipertensi tidak dikategorikan sebagai penyakit, tetapi bertujuan untuk mengidentifikasi seseorang yang memiliki risiko tinggi mengalami hipertensi. Mereka disarankan melakukan intervensi awal untuk menghindari penyakit hipertensi.
Seseorang didiagnosa hipertensi apabila tekanan darahnya ≥140mmHg sistolik atau ≥90mmHg diastolik. Untuk hipertensi stage 1 dan stage 2, JNC VII menyarankan perawatan medis dimulai. (JNC VII, 2004)

II.3.     Hipertensi
II.3.1.  Definisi Hipertensi
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, adalah kondisi medis berupa tekanan darah yang meningkat secara kronis. Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai normal. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah ≥140/90 mmHg, diukur di kedua lengan 2 kali dalam jangka beberapa minggu. Satu-satunya cara untuk mengetahui tekanan darah tinggi adalah dengan melakukan pengukuran tekanan darah. Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90mmHg (JNC VII, 2003).

II.3.2.  Etiologi dan Faktor Risiko
            Hipertensi primer tidak disebabkan oleh factor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh berbagai faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan endokrin, penggunaan obat tertentu, stress akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain.  Adapun risiko relative hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari factor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stress, obesitas dan nutrisi (Black et al., 1997).
a.                  Faktor genetik
Adanya factor genetic pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium, orang yang mempunyai riwayat orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Black et al., 1997). Orang normotensi yang memiliki orang tua hipertensi memiliki reaktivitas vaskuler yang lebih tinggi terhadap stress mental maupun fisik dibandingkan orang normotensi dengan orangtua yang juga normotensi. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan timbulnya hipertensi dikemudian hari (Soesanto et al., 2001).
b.                  Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Orang yang berumur diatas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan l40/90 mmHg. Dinyatakan pula bahwa lebih daripada 50% mereka yang berusia 60-69 tahun dan 75% mereka yang berusia ≥70 tahun mempunyai hipertensi. (Burt et al., 1995). Studi juga menunjukkan bahawa untuk mereka yang normotensi pada usia 55-65 tahun mempunyai lifetime risk ± 90% untuk menderita penyakit hipertensi.( Vasan et al., 2002). Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Black et al.,1997).
c.                   Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai risiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50 tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada wanita (Black et al.,1997).
d.                  Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun dalam orang kulit hitam ditemukan kadar rennin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar (Black et al.,1997).
e.                   Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal (Black et a1.,1997).
f.                   Obesitas
Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun normotensi. Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badan seiring peningkatan umur, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai peningkatan umur. Obesitas terutama pada tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut (Black et a1.,1997).
g.                  Nutrisi
Sodium adalah penyebab penting dari hipertensi essensial, asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormone natriouretik yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium secara eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi mekanisme vasopressor pada susunan saraf pusat. Defisiensi potassium akan berimplikasi terhadap terjadinya hipertensi (Black et aL.,1997).

II.3.3.  Patofisiologi
Penelitian menunjukkan bahwa factor yang bertanggung jawab terhadap mekanisme terjadinya hipertensi bukanlah faktor tunggal. Berbagai faktor ikut berperan baik faktor genetik maupun faktor lingkungan. Mekanisme terjadinya hipertensi essensial atau primer yang meliputi 95% jumlah kasus merupakan kombinasi ekspresi gen mayor pada individu yang mempunyai pengaruh luas pada tekanan darah dengan banyak gen yang mempunyai kontribusi kecil dan interaksi dengan faktor lingkungan. Pada beberapa individu, hipertensi dapat terjadi dengan adanya satu faktor lingkungan ditambah faktor predisposisi genetik, sedangkan pada individu yang lain membutuhkan akumulasi dari pengaruh beberapa faktor lingkungan untuk menjadi hipertensi. Tekanan darah merupakan hasil perkalian antara curah jantung dengan resistensi perifer, sehingga semua faktor yang mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer dapat meningkatkan tekanan darah (Weder cit. Prodjosudjadi, 2000).
Kaplan cit. Prodjosudjadi (2000) menyatakan berbagai keadaan seperti asupan garam yang berlebih, retensi sodium oleh ginjal, jumlah nefron yang kurang dan faktor yang berasal dari endotel mempunyai peranan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi. Aktivitas saraf simpatetik yang berlebih,  system vaskuler, dan sistem renin-angiotensin juga berperan terhadap hipertensi. Sistem renin angiotensin adalah sistem hormonal enzimatik yang kompleks, berperan dalam pengaturan tekanan darah sistemik, keseimbangan cairan dan elektrolit.  Renin disintesis oleh apparatus juxtaglumerolus di ginjal akibatberbagai rangsangan, antara lain kehilangan sodium, menurunnya tekanan perfusi ginjal, dan restriksi sodium. Renin mengubah angiotensinogen yang diproduksi terutama oleh hati menjadi angiotensin I, suatu dekapeptidase inaktif, Angiotensin I dengan bantuan enzim konversi angiotensin diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat. Bauer, Reams dan Kang cit. Prodjosudjadi (2000) menyatakan bahwa angiotensin II akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada membrane sel berbagai organ seperti ginjal, kelenjar adrenal, jantung, pembuluh darah, dan otak sehingga menyebabkan vasokonstriksi, retensi natrium dan cairan, hipertrofi jantung, dan pembuluh darah. Keadaan ini merupakan factor penting pada pathogenesis dan patofisiologi hipertensi, gagal jantung,  dan penyakit ginjal progresif (Prodjosudjadi, 2000).

II.3.4.  Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer raksa sebanyak 2 kali dalam waktu yang berbeda. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1.      30 menit sebelum dilakukannya pemeriksaan pasien tidak boleh mengkonsumsi rokok ataupun kopi.
2.      Pasien harus dalam posisi duduk dengan punggung bersandar selama 5 menit dan tangan diposisikan bersandar pada meja periksa setinggi jantung.

II.3.5.  Pengobatan
a.    Tujuan pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah pasien, target tekanan darah yang diharapkan adalah:
1)   140/90 mmHg pada pasien hipertensi tanpa penyulit
2)   130/80 mmHg pada pasien dengan penyulit (diabetes mellitus dan penyakit ginjal)
b.    Jenis Pengobatan
Terdapat 2 cara pendekatan pengobatan pada pasien hipertensi, yaitu tanpa obat dan dengan obat. Pendekatan tanpa obat adalah pengobatan dengan cara mengubah gaya hidup pasien yang mencakup makanan, olahraga dan berat badan (lihat tabel 4).



Tabel  4. Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi
Rekomendasi
Perkiraan Penurunan Tekanan Darah Sistolik
Penurunan berat badan
Mempertahankan berat badan normal (BMI 18,5-24,9 kg/m2)
5-20 mmHg / 10 Kg
Mengadopsi pola makan DASH
Makan banyak buah, sayuran dan produk susu rendah lemak
8-14 mmHg
Mengurangi intake sodium
Mengurangi asupan garam tidak lebih dari 2,4g / hari
2-8 mmHg
Aktivitas fisik
Melakukan olahraga aerob yang berkelanjutan (30 menit per hari sebanyak 4-5x per minggu)
4-9 mmHg
Mengurangi konsumsi alkohol
Maksimal 2 kali minum per hari, Bir 24 oz, Anggur 10 oz, Wishkey 2 oz
2-4 mmHg


Pendekatan dengan obat adalah dengan cara memberikan obat oral yang berfungsi untuk menurunkan tekanan darah. Untuk tercapainya target tekanan darah yang diinginkan makan kedua cara pendekatan tersebut harus diterapkan secara bersama-sama. (lihat gambar 8.) Sedangkan untuk pemilihan obat pada hipertensi dengan penyakit pemberat dapat dilihat pada tabel 5.












 

































Gambar 8. Algoritma Penanganan Hipertensi

Tabel 5. Pilihan Obat Oral Pada Pasien dengan Indikasi pemberat

Indikasi Pemberat
Obat Rekomendasi
Diuretik
BB
ACEi
ARB
CCB
Aldosteron Antagonis
Gagal Jantung
Ѵ
Ѵ
Ѵ
Ѵ

Ѵ
Post. Infark Myokard

Ѵ
Ѵ


Ѵ
Resiko Tinggi Penyakit Koroner
Ѵ
Ѵ
Ѵ

Ѵ

Diabetes
Ѵ
Ѵ
Ѵ
Ѵ
Ѵ

Penyakit Ginjal Kronik


Ѵ
Ѵ


Pencegahan Stroke Berulang
Ѵ

Ѵ




Tidak ada komentar:

Posting Komentar