Selasa, 19 Juni 2012

Trauma Inhalasi

Etiologi

Kebanyakan trauma inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada permukaaan epitel yang dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada saluran pernafasan. Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas 4 macam yaitu:


1.    Gas iritan

Bekerja dengan melapisi mukosa saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Amonia, klorin lebih larut air sehingga menyebabkan luka bakar saluran nafas atas dan menyebabkan iritasi. Gas iritan lain sulfur dioksida dan nitrogen dioksida kurang larut air sehingga menyebabkan trauma paru dan distress nafas.

2.    Gas asfiksian

Karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etena, propane) mengikat udara dan oksigen sehingga menyebabkan asfiksia.

3.    Gas yang bersifat toksik sistemik

CO yang merupakan komponen terbesar asap , berhubungan dengan pengangkutan oksigen untuk produksi energi bagi sel.

4.    Gas yang menyebabkan alergi

Gas ini menyebabkan bronkospasme dan edema meyerupai asma.



Patofisiologi

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi kerusakan epitel jalan nafas oleh panas dan zat kimia. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui suatu efek iritasi dan sitotoksik). Aerosol daricairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring. Partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial,sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai alveoli.

Trauma inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :

1.         Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)

Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani secara benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa hari.

2.    Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru (trauma subglotis)

Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan dalam fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil pembakaran yang bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas yang rendah, sehingga jarang didapatkan trauma termal langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim paru,trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.

3.    Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida (CO) dan sianida.

Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat akibat api,meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan toksisitas sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas CO terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga ikatan CO dan hemoglobin membentuk suatu karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.



Gambaran klinis

Oleh karena onset terjadinya sering tidak ditangani sesegera mungkin, maka  perlu diketahui tanda-tanda yang dapat  mengarahkan  kita untuk bertindak dan harus mencurigai bahwa seseorang telah mengalami trauma inhalasi antara lain :

-          Luka bakar pada wajah

-          Alis mata dan bulu hidung hangus

-          Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam orofaring

-          Sputum yang mengandung arang atau karbon (berwarna hitam)

-          Wheezing, sesak dan suara serak

-          Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api

-          Ledakan yang menyebabkan trauma bakar pada kepala dan badan

-          Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin lebih dari 10% setelah berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai merah, takikardi, takipnea, sakitkepala, mual, pusing, pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.



Penatalaksanaan

Diagnosis yang cepat terhadap trauma inhalasi adalah penting untuk penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat kematian. Pengobatan untuk trauma inhalasi adalah bersifat suportif.

1.    Airway

Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi maka sebelum dikirim ke pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam setelah kejadian, dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan.

2.    Breathing

Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernapasan, susah bernapas, stridor, batuk,retraksi suara nafas bilateral atau tanda-tanda keracunan CO maka dibutuhkan oksigen100% atau oksigen tekanan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO dalam darah.

3.    Circulation

Pengukuran tekanan darah dan nadi untuk mengetahui stabilitas hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan trauma inhalasi biasanya dalam 24 jam pertama digunakan cairan kristaloid 40-75%  lebih banyak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.

4.    Neurologik

Pasien yang berespon/sadar membantu untuk mengetahui kemampuan mereka untuk melindungi  jalan nafas  dan  merupakan indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan resusitasi. Pasien dengan kelainan neurologik seringkali memerlukan analgetik  poten.

5.    Luka bakar

Periksa seluruh tubuh untuk mengetahui adanya trauma lain dan luka bakar. Cuci NaCl kulit yang  tidak terbakar untuk menghindari sisa zat toksik yang bermakna.

6.    Medikasi

-          Kortikosteroid : digunakan untuk menekan inflamasi dan menurunkan edema

-          Antibiotik : Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada pasien-pasiendengan kerusakan paru

-          Amyl dan Sodium Nitrit untuk  mengobati  keracunan sianida tetapi harus berhati-hati jika ditemukan pula tanda-tanda keracunan CO karena obat inidapat menyebabkan methahemoglobinemia. Oksigen dan Sodium tiosulfat juga dapat sebagai antidotum sianida, antidotum yang lain adalah hidroksikobalamin dan EDTA.

-          Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokonstriksi. Pada kasus-kasus berat bronkodilator digunakan secara intavena.



Komplikasi

1.    Trauma paru berat, edema, dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau ventilasi yangadekuat dapat menyebabkan kematian

2.    Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara bersamaan dapatmenyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.



Prognosis

Pada trauma inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam. Berat ringannya trauma langsung  pada  parenkim paru  tergantung  pada luas dan lamanya paparan serta jenis inhalan yang diproduksi secara bersamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar