Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolik yang mempunyai karakteristik berupa hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dihasilkan dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (WHO, 1999).
Menurut ADA (2010) DM diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan etiologinya, yaitu:
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi karena adanya kerusakan sel β pankreas. Kerusakan sel β pankreas disebabkan oleh proses autoimun yang dapat dideteksi dengan adanya autoantibodi terhadap sel β pankreas dan autoantibodi terhadap insulin.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan bentuk paling umum dari DM. Karakteristik dari DM tipe 2 yaitu adanya gangguan pada kerja insulin dan sekresi insulin.
3. Diabetes mellitus tipe spesifik
Diabetes mellitus tipe spesifik merupakan bentuk DM yang jarang terjadi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan genetik dari fungsi sel β pankreas, kerusakan genetik pada kerja insulin, penyakit pada pankreas, endokrinopati, induksi obat atau bahan kimia, infeksi pada tubuh dan sindrom genetik lainnya.
4. Diabetes mellitus gestational
Diabetes mellitus gestational merupakan intoleransi glukosa yang muncul pertama kali saat mengalami kehamilan. Keadaan ini dapat sembuh atau menetap setelah melahirkan.
II.1.2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling sering terjadi pada masyarakat. ADA (2010) menyebutkan bahwa dari semua kasus diabetes, 90-95% adalah DM tipe 2. Menurut Cheng dan Fantus (2005) DM tipe 2 merupakan kelainan metabolik yang dihasilkan dari interaksi berbagai macam faktor dan mempunyai 2 karakteristik mayor yaitu penurunan sekresi insulin oleh pankreas dan resistensi insulin pada berbagai jaringan tubuh seperti otot, hepar dan adiposit sehingga terjadi gangguan pada ambilan (uptake) glukosa.
Menurut PERKENI tahun 2006 diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan jika terdapat salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Gejala klasik DM tipe 2 (sering kencing/poliuri, cepat lapar/polifagi, sering haus/polidipsi, berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas) dengan kadar glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl. Kadar glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM tipe 2 dengan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa plasma 2 jam sesudah pemberian beban glukosa 75 gram ≥200 mg/dl.
Karakteristik utama dari DM tipe 2 adalah adanya penurunan sekresi insulin oleh pankreas dan resistensi insulin pada berbagai jaringan tubuh (Cheng dan Fantus, 2005). Resistensi insulin merupakan penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada sel target khususnya pada otot, hepar dan jaringan lemak (Fauci et al., 2008).
Resistensi insulin merupakan hasil kombinasi dari berbagai faktor yaitu faktor genetik, umur, asupan energi yang berlebihan, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (Cheng dan Fantus, 2005; DeFronzo, 2009). Resistensi insulin akan mengganggu ambilan glukosa oleh otot dan jaringan lemak serta meningkatkan produksi glukosa oleh hepar. Kedua hal ini akan menyebabkan munculnya hiperglikemia. Penurunan ambilan glukosa oleh otot dan jaringan lemak dapat dilihat dengan adanya hiperglikemia postprandial, sedangkan peningkatan produksi glukosa oleh hepar dapat dilihat dengan adanya hiperglikemia puasa (Fauci et al., 2008).
Resistensi insulin dapat terjadi tanpa adanya manifestasi gangguan homeostasis glukosa selama sel β pankreas masih dapat melakukan kompensasi dengan mensekresikan insulin dalam jumlah yang lebih banyak sehingga toleransi glukosa masih normal (DeFonzo, 2009). DeFronzo (2009) menyebutkan bahwa pada fase impaired glucose tolerance (IGT), fase sebelum terjadinya DM tipe 2, fungsi sel β pankreas sudah mengalami penurunan hingga 80%.
Penurunan fungsi sel β pankreas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu peningkatan umur, riwayat genetis, resistensi insulin, lipotoksisitas dan glukotoksisitas (DeFronzo, 2009). Lingkungan metabolik dalam tubuh penderita DM tipe 2 juga sangat berpengaruh pada kerusakan fungsi sel β pankreas (Fauci et al., 2008). Lingkungan metabolik tersebut misalnya keadaan hiperglikemia kronik yang akan mengganggu fungsi sel β pankreas (glukotoksisitas) dan akan memperparah keadaan hiperglikemia, begitu juga dengan peningkatan kadar asam lemak bebas yang sering terjadi pada penderita DM tipe 2 karena peningkatan lipolisis juga akan memperparah kerusakan fungsi sel β pankreas (lipotoksisitas).
Menurut DeFronzo (2009) saat ini berkembang pemahaman baru tentang patogenesis DM tipe 2. Patogenesis DM tipe 2 tidak hanya dipengaruhi oleh otot, hepar dan sel β pankreas tetapi juga dipengaruhi oleh jaringan lemak, saluran gastrointestinal, sel α pankreas, ginjal dan sistem saraf pusat. Sehingga terdapat 8 komponen yang berperan dalam patogenesis DM tipe 2 sehingga disebut the ominous octet. Peran masing-masing komponen dalam patogenesis DM tipe 2 yaitu penurunan ambilan glukosa oleh otot dan hepar karena adanya resistensi insulin, penurunan sekresi insulin oleh sel β pankreas, peningkatan lipolisis oleh sel lemak, defisiensi inkretin pada saluran gastrointestinal, peningkatan sekresi glukagon oleh sel α pankreas, peningkatan reabsorpsi glukosa oleh ginjal dan resistensi insulin pada sistem saraf pusat. Semua komponen tersebut berperan penting dalam perkembangan intoleransi glukosa pada pasien Diabetes mellitus tipe 2 (DeFronzo, 2009).
II.1.3. Perkembangan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada DM tipe 2 pasien akan mengalami proses perkembangan penyakit yang berkelanjutan mulai dari normal glucose tolerance (NGT) menjadi impaired glucose tolerance (IGT) dan kemudian berubah menjadi DM tipe 2 (DeFronzo, 2004). Pada fase awal DM tipe 2, toleransi glukosa mendekati normal walaupun telah terjadi resistensi insulin. Hal ini disebabkan adanya kompensasi sel β pankreas dengan meningkatkan sekresi insulin. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia akan semakin berkembang, sedangkan pankreas tidak mampu lagi mempertahankan keadaan hiperinsulinemia sehingga sekresi insulin akan menurun. Hal ini menyebabkan munculnya gangguan toleransi glukosa yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa postprandial. Sekresi insulin akan semakin menurun sedangkan produksi glukosa hepar akan meningkat sehingga menimbulkan hiperglikemia puasa. Dan pada akhirnya sel β pankreas akan mengalami kerusakan (Fauci et al., 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar