Sumber utama glukosa plasma menurut Mayes dan Bender (2003) adalah absorpsi glukosa oleh usus yang berasal dari pemecahan makanan, glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari prekursor non-glukosa) dan glikogenolisis (pemecahan simpanan glikogen menjadi glukosa).
Proses pengaturan kadar glukosa plasma merupakan mekanisme homeostasis yang diatur sedemikian rupa dalam rentang yang sempit dan diatur dengan halus (Mayes dan Bender, 2003; Guyton dan hall, 2006). Kadar glukosa plasma tidak boleh menurun terlalu rendah karena glukosa merupakan satu-satunya sumber energi yang dapat digunakan oleh otak dan eritrosit (Mayes , 2003). Kadar glukosa plasma juga tidak boleh meningkat terlalu tinggi karena dapat mempengaruhi tekanan osmotik dan bila kadar glukosa plasma sangat tinggi akan menyebabkan dehidrasi seluler (Guyton dan Hall, 2006).
Pengaturan kadar glukosa plasma melibatkan hepar, jaringan ekstrahepatik dan beberapa hormon. Sel-sel hepar dapat dilewati glukosa dengan bebas melalui transporter GLUT 2, sedangkan pada jaringan ekstrahepatik glukosa memerlukan transporter yang diatur oleh insulin untuk dapat masuk kedalam sel (Mayes dan Bender, 2003). Dalam pengaturan kadar glukosa plasma, selain insulin juga dibutuhkan peranan dari glukagon. Kedua hormon tersebut merupakan hormon yang disekresikan oleh sel pankreas. Sel β pankreas mensekresikan insulin dan sel α pankreas mensekresikan glukagon.
Insulin bekerja untuk menurunkan kadar glukosa plasma dengan cara meningkatkan ambilan glukosa oleh jaringan lemak dan otot melalui transporter GLUT 4. Insulin juga akan mengaktivasi enzim glikogen sintase dan menghambat enzim fosforilase. (Mayes dan Bender, 2003; Ganong, 2005). Glikogen sintase merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam polimerisasi monosakarida membentuk glikogen, sedangkan fosforilase merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam pemecahan glikogen menjadi glukosa. Dengan demikian insulin akan menyebabkan peningkatan glikogenesis dan menghambat glikogenolisis (Guyton dan Hall, 2006).
Glukagon menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukagon meningkatkan glikogenesis dengan cara mengaktivasi adenil siklase dan meningkatkan cAMP intraseluler pada hepar. Hal ini akan mengaktivasi fosforilase melalui protein kinase sehingga terjadi pemecahan glikogen. Dengan adanya glukagon maka glukoneogenesis juga akan meningkat (Ganong, 2005).
Pada keadaan puasa, sebagian besar glukosa tubuh berada pada insulin-independent tissue yaitu 50% berada pada jaringan otak, 25% berada pada hepar dan saluran pencernaan, sedangkan 25% berada pada insulin-dependent tissue yaitu otot dan jaringan lemak (DeFronzo, 2004). Kadar glukosa plasma akan menurun karena pasokan sumber glukosa yang berasal dari absorbsi usus terhenti. Namun hal ini akan segera direspon oleh tubuh. Terjadinya penurunan kadar glukosa plasma akan merangsang sel α pankreas untuk merespon dengan mensekresikan glukagon (Mayes and Bender, 2003). Seperti yang telah dijelaskan diatas glukagon bekerja dengan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis sehingga meningkatkan kadar glukosa plasma (Goodman, 2009).
Pada beberapa jam puasa tubuh mulai menggunakan energi yang berasal dari simpanan energi. Sekitar 75% glukosa yang disekresikan oleh hepar berasal dari pemecahan glikogen. Dalam keadaan ini kadar glukosa plasma masih konstan (Goodman, 2009). Hal ini akan menjaga kadar glukosa plasma untuk utilisasi organ seperti otak (Duez dan Lewis, 2008). Namun cadangan glikogen dalam hepar hanya terbatas dan lama-kelamaan akan menipis. Menurut Mayes (2003) setelah seseorang puasa selama 8-12 jam maka hampir seluruh simpanan glikogen dalam hati akan terkuras. Oleh karena itu di dalam hepar mulai dilakukan proses glukoneogenesis (Goodman, 2009).
Glukoneogenesis merupakan pembentukan glukosa dari senyawa non-karbohidrat. Prekursor glukoneogenesis ini merupakan produk akhir dari metabolisme karbohidrat (piruvat, laktat), lemak (gliserol) dan protein (asam amino). Mekanisme glukoneogenesis ini juga merupakan cara untuk membersihkan produk metabolisme jaringan dari dalam darah seperti laktat yang dihasilkan oleh otot dan eritrosit serta gliserol yang dihasilkan oleh jaringan lemak (Mayes dan Bender, 2003; Hatta, 2006).
Sesaat setelah makan, kadar glukosa plasma akan meningkat dan mencapai puncak sekitar 60 menit setelah makan, jarang melebihi 140 mg/dl dan kembali pada kadar sebelum makan setelah 2-3 jam (Raghavan and Garber, 2008). Peningkatan kadar glukosa plasma ini akan menstimulasi sekresi insulin oleh sel β pankreas (Goodman, 2009). Sekresi insulin, selain distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa darah, juga distimulasi oleh produksi hormon inkretin oleh usus (Raghavan dan Garber, 2008). Insulin akan meningkatkan penyimpanan glukosa, menghambat pembentukan glukosa oleh hepar dan meningkatkan ambilan glukosa oleh sel otot dan lemak sehingga menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma (Goodman, 2009). Kombinasi dari hiperinsulinemia dan hiperglikemia ini akan menstimulasi ambilan glukosa oleh jaringan perifer dan jaringan splanchnic yaitu hepar dan usus (DeFronzo, 2004), penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen oleh hepar (Mayes and Bender, 2003) dan pembentukan triaselgliserol oleh asam lemak (Gastaldelli, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar