Heart Failure/gagal jantung adalah sindrom klinis yang terjadi pada pasien karena abnormalitas pada struktur atau fungsi jantung yang menyebabkan munculnya gejala klinis (dyspnea dan kelelahan) dan tanda klinis (edema dan rales).
Ventrikel jantung kanan bekerja dengan memompa darah dari sirkulasi sistemik ke paru-paru. Ketika terjadi gagal jantung kanan maka akan terdapat akumulasi darah pada vena sistemik dan akan memunculkan manifestasi klinis berupa edema pada jaringan perifer dan kongesti pada organ abdomen.
Ventrikel jantung kiri bekerja untuk memompa darah dari paru-paru ke sirkulasi sistemik. Dengan adanya kegagalan pada fungsi jantung kiri maka akan terjadi penurunan cardiac output dan kongesti pada paru-paru. Manifestasi klinis dari gagal jantung kiri adalah sesak nafas saat beraktivitas, orthopnea, cyanosis.
Manifestasi CHF berupa dyspnea terjadi karena adanya edema paru dan hal ini merupakan salah satu manifestasi mayor dari gagal jantung kiri.
Etiologi
Coronary artery disease (CAD) merupakan penyebab terbanyak dari gagal jantung baik pada laki-laki dan perempuan dan bertanggung jawab untuk 60-75% penyebab gagal jantung. Hipertensi juga berkontribusi pada perkembangan gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pada pasien CAD. Jadi hipertensi dan CAD berinteraksi dalam perkembangan gagal jantung, begitu pula dengan diabetes mellitus. Cardiomyopathy dan gangguan katub jantung juga dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung.
Patogenesis
Gagal jantung merupakan penyakit progresif yang dimulai dengan adanya index event, bisa berupa kerusakan otot jantung atau gangguan kemampuan myocardium, sehingga jantung tidak dapat berkontraksi secara normal. Index event dapat terjadi dengan onset yang tidak jelas seperti AMI, onset yang bertahap seperti pada tekanan hemodinamik atau volume yang overload, serta herediter seperti kardiomiopati genetik. Index event akan menyebabkan penurunan kemampuan pompa jantung. Pada sebagian besar pasien, awal dari penurunan kemampuan pompa jantung tidak memunculkan gejala. Hal ini disebabkan adanya mekanisme kompensasi yang diaktifkan, meliputi: (1) aktivasi sistem RAA dan sistem saraf adrenergik yang bertugas untuk menjaga cardiac output dengan meningkatkan retensi garam dan air, dan (2) peningkatan kontraktilitas myocardium. Selain itu terdapat aktivasi molekul vasodilator meliputi atrial natriuretic peptide (ANP) dan brain natriuretic peptide (BNP), prostaglandin (PGE2 dan PGI2), dan nitrit oxide (NO) yang yang dapat mengimbangi vasokonstriksi vaskular perifer yang berlebihan.
Penurunan cardiac output pada gagal jantung akan memberikan sinyal kepada CNS sehingga dikeluarkan ADH oleh hipofisis. ADH merupakan vasokonstriktor yang kuat yang akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga terjadi reabsorbsi air. CNS juga mengaktivasi sistem saraf simpatis. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan pengeluaran renin, sehingga dihasilkan peningkatan kadar angiotensin II dan aldosteron dalam sirkulasi. Aktivasi sistem RAA akan menyebabkan retensi air garam dan air dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer, hipertrofi myocyte, kematian sel myocyte dan fibrosis myocyte. Adanya remodelling progresif pada jantung akan menyebabkan terjadinya kegagalan kompensasi yaitu terjadi disfungsi endotel karena stimulasi neurohormonal yang berlebihan, vasokonstriksi karena stimulasi simpatis serta retensi garam dan aiar karena stimulasi sistem RAA.
Manifestasi Klinis
Gejala utama dari gagal jantung adalah kelelahan dan sesak nafas. Awalnya kelelahan dijelaskan karena cardiac output yang rendah namun abnormalitas otot skelet dan komorbiditas non-cardiac (anemia) juga berkontribusi pada gejala ini. Pada tahap awal gagal jantung, sesak nafas terjadi saat beraktivitas, namun dengan berkembangnya penyakit sesak nafas dapat terjadi pada aktivitas yang ringan bahkan lama kelamaan pada keadaan istirahat. Mekanisme terjadinya sesak nafas adalah terjadinya kongesti paru.
Orthopnea merupakan gejala berupa sesak nafas dalam posisi berbaring. Hal ini disebabkan redistribusi cairan dari sirkulasi splancnic dan ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral saat berbaring, sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler paru. Orthopnea dapat berkurang dengan duduk atau tidur dengan menggunakan banyak bantal.
Paroxysmal nocturnal dyspnea adalah sesak nafas yang terjadi pada malam hari dan biasanya membangunkan pasien dari tidurnya. PND dapat berupa batuk ataupun bersin. Hal ini disebabkan adanya peningkatan arteri bronchial yang menyebabkan kompresi jalan nafas.
Manifestasi lain dapat berupa pernafasan Cheyne-stoke, anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan rasa penuh di abdomen, nocturia, insomnia.
Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum dan vital sign
Pada pasien dengan gagal jantung ringan sampai sedang, pasien tampak baik saat istirahat kecuali adanya rasa tidak nyaman saat berbaring. Pada pasien yang lebih berat, pasien lebih nyaman saat duduk, sulit bernafas dan bicara tersendat karena sesak nafas. Vasokonstriksi perifer menyebabkan ekstremitas dingin dan sianosis pada bibir.
Tekanan darah normal, tinggi atau rendah, takikardi , takipnea.
- Vena jugularis
Dapat terjadi peningkatan tekanan jugularis.
- Pemeriksaan paru
Terdapat pulmonary cracles (rales atau krepitasi) karena adanya transudasi cairan dari intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru dapat terdengar rales pada kedua lapangan paru dan dapat pula ditambah adanya wheezing. Dapat pula terjadi efusi pleura yang disebabkan peningkatan tekanan kapiler pleura sehingga terjadi perpindahan cairan ke kavitas pleura.
- Pemeriksaan jantung
Pada pasien dengan kardiomegali maka ictus cordis akan bergeser ke garis midclavicular dan impulse dapat teraba lebih dari 2 intercosta. Dapat terdengar suara jantung 3 (S3). Pada pasien gagal jantung lanjut kebanyakan didapatkan murmur karena regurgitasi mitral dan tricuspid.
- Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas
Hepatomegali merupakan tanda yang penting. Ascites merupakan tanda gagal jantung lanjut.
Edema perifer merupakan manifestasi utama dari gagal jantung, namun tidak spesifik. Edema perifer biasanya simetris dan terjadi pada pergelangan kaki dan area pretibial pada pasien yang dapat berjalan, sedangkan pada pasien yang berbaring edema akan terjadi pada area sacral dan scrotum.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan rutin
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, BUN, serum kreatinin, enzim hepar, dan urinalisis. Pada pasien tertentu harus diperiksa faktor risiko DM (glukosa plasma puasa) dan dislipidemia (profil lipid).
- Elektrokardiogram
Periksa ritme jantung, adanya hipretrofi ventrikel kiri, atau adanya infark miokard sebelumnya.
- X-ray thoraks
Ditentukan ukuran jantung dan bentuknya dan keadaan vaskularisasi pulmonal. Pada pasien gagal jantung akut akan didapatkan hipertensi pulmonal, edema interstitial atau edema paru, namun pada gagal jantung kronik hal-hal tersebut mungkin tidak ditemukan.
Treatmen
- Penderita gagal jantung perlu istirahat sesuai dengan berat penyakit. Pada gejala berat berbaring setengah duduk paling baik. Selanjutnya aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan jantung.
- Penderita harus membatasi asupan garam.
- Diuretik furosemid tablet 40 mg 1-2 kali sehari bermanfaat sebagai obat tunggal untuk gagal jantung yang tanda bendungannya menonjol. Diuretik ini dapat diberikan tanpa digitalis bila tidak ada takikardia.
- Bila diuretik digunakan bersama dengan digitalis maka perlu diberikan KCL 500 mg 1-3 kali sehari secara oral, dengan monitoring kadar Na+ dan K+ plasma.
- Pada gagal jantung yang lebih berat mungkin diperluka digitalis. Digitalis sebailnya dilakukan secara lambat dengan digoksin 0,25 mg/hari.
- Bila mungkin berikan oksigen.
- Penderita yang menunjukkan keluhan dalam keadaan istirahat atau yang disertai gejala edema paru perlu dirujuk, sebelumnya diberikan dulu furosemid, KCl dan digoksin.
Dalam memberikan treatmen untuk pasien gagal jantung pendekatan yang digunakan adalah klasifikasi gagal jantung dalam 4 stage.
1. Stage A
Pasien mempunyai risiko tinggi untuk terjadi gagal jantung namun tanpa penyakit jantung struktural atau tanda gagal jantung.
Contohnya pasien dengan hipertensi, atherosklerosis, DM, obesitas, sindroma metabolik.
Terapi : terapi hipertensi, hentikan merokok, terapi dislipidemia, aktivitas fisik yang teratur, hindari alkohol, kontrol sindroma metabolik, apabila diperlukan beri ACE inhibitor.
2. Stage B
Pasien mempunyai penyakit jantung struktural namun tidak ada gejala gagal jantung.
Contohnya pasien dengan infark miokard sebelumnya, left ventricular remodeling, hipertrofi ventrikel kiri.
Terapi : semua terapi pada stage A, pada pasien yang sesuai berikan ACE inhibitor atau ARBs, β blocker, dapat pula dipasang implantable defibrillator.
3. Stage C
Pasien mempunyai penyakit jantung struktural, dengan gejala gagal jantung sebelumnya.
Contohnya pasien yang sudah diketahui mempunyai penyakit jantung struktural, pasien denga sesak nafas dan kelelahan dan penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik.
Terapi : semua terapi pada stage A dan B, kurangi konsumsi garam, berikan diuretik, ACE inhibitor, β blocker. Pada pasien yang sesuai berikan ARBs, digitalis, hydralazine, pemasangan biventricular pacing, implantable defibrilator.
4. Stage D
Gagal jantung yang memerlukan intervensi khusus.
Contohnya pasien yang mengalami gejala saat istirahat walaupun sudah diterapi maksimal.
Terapi : terapi pada stage A,B, dan C, end of life hospice, heart transplantation, inotropik kronis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar