Cutaneus
larva migran disebut juga dengan creeping eruption, dermatosis linearis migrans
dan sandworm disease. Istilah ini digunakan untuk kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, yang
disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari anjing atau kucing.
Penyakit
ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas
kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah dan pasir. Penyakit ini banyak
terjadi didaerah tropis dan subtropis yang hangat dan lembab. Di Indonesia ini
masih banyak ditemukan kelainan kulit ini.
Etiopatogenesis
Penyebab
utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing atau kucing
yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma canicum. Nematoda (cacing dewasa)
hidup dalam hospes, kemudian ovum akan keluar bersama dengan feses. Dalam
keadaan hangat dan lembab maka ovum akan menetas menjadi larva. Larva ini mampu
melakukan penetrasi kedalam kulit manusia. Larva akan berjalan dilapisan kulit
dermoepidermal, yang kemudian akan menimbulkan manifestasi klinis.
Gejala klinis
Masuknya
larva kedalam kulit akan menimbulkan rasa panas dan gatal. Awalnya akan tampak
papula, kemudian diikuti bentuk khas yaitu lesi berbentuk linear yang
berkelok-kelok, serpiginosa (seperti ular) berwarna kemerahan. Lesi kulit
berupa papula menunjukkan bahwa larva telah ada dalam kulit selama beberapa
jam-hari.
Papula
merah ini kemudian akan berkembang menjalar seperti benang berkelok-kelok, serpiginosa,
menimbul, dan membentuk kanalikuli mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal
akan lebih dirasakan saat malam hari. Tempat predileksi adalah ditungkai,
plantar, tangan, anus, bokong dan paha.
Diagnosis
Diagnosis
berdasarkan bentuk yang khas yaitu terdapat kelainan seperti benang
berkelok-kelok, serpiginosa menimbul, serta terdapat papula atau vesikel
diatasnya.
Penatalaksanaan
Antihelmintes
berspektrum luas diketahui efektif untuk cutaneus larva migran, misalnya
tiabendazole dengan dosis 50 mg/KgBB/hari sehari 2 kali diberikan
berturut-turut selama 2 hari. Obat tersebut sukar didapat dan efek sampingnya
mual,dan muntah. Pengobatan dengan tiabendazole topikal ternyata efektif. Obat
lain adalah albendazole, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3
hari berturut-turut. Cara terapi lain adalah dengan cryotherapy yaitu
menggunakan CO2 snow (dry ice). Pengobatan ini bila terlalu lama digunakan
dapat merusak jaringan.
Pembahasan
Pada
pasien ini keluhan utama yang membawa pasien datang ke Rumah Sakit adalah gatal
pada punggung kaki. Dari anamnesis didapatkan keluhan dirasakan sejak 3 hari
yang lalu, gatal terutama malam hari, awalnya muncul plenting-plenting yang
kemudian tampak garis merah yang berkelok-kelok. Garis tersebut makin panjang
dan dapat berpindah tempat. Diketahui bahwa faktor risiko yang ada pada pasien
adalah pasien sering bermain dipasir yang ada pada depan rumah tanpa
menggunakan alas kaki. Selain itu keluhan yang serupa juga dirasakan oleh kakak
pasien yang juga sering bermain bersama. Dari pemeriksaan fisik tampak pada
dorsum kaki dekstra papula eritem dengan susunan linear berkelok-kelok,
serpiginosa dan tampak ekskoriasi pada daerah sekitar lesi. Dengan data
tersebut dapat ditegakkan diagnosis berupa cutaneus larva migran. Terapi yang
digunakan adalah antihelmintes topikal yaitu albendazole cream digunakan 2 kali
sehari. Dan hal yang harus diperhatikan adalah menghindari faktor risiko yaitu
selalu gunakan alas kaki.
sumber?
BalasHapus