Pendahuluan
Apendiks disebut oleh masyarakat sebagai usus buntu. Peradangan akut apendiks
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya.
Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang ± 10 cm ( antara
3-15cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian
distal. Sedangkan pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit ke arah ujungnya (hal ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia ini).
Ujung dari apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal,
pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi apendiks retrosekal
paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus
vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a. apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X (oleh
karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus). Pendarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis
(arteri tanpa kolateral). Jika arteri ini tersumbat misalnya karena trombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.
Apendisitis
Akut
Appendisitis
akut merupakan penyebab acute abdomen yang paling umum pada dewasa muda. Diagnosis
appendisitis akut seringkali berdasarkan pada presentasi klinis yaitu dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Epidemiologi
Appendisitis merupakan kasus emergensi abdomen yang paling banyak terjadi. Kasusnya
mencapai >40.000 per tahun pada seluruh RS di Inggris. Appendisitis paling
sering terjadi pada usia 10-20 tahun, namun tetap dapat terjadi pada segala
usia. Rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 1,4 : 1. Di United State
lifetime risk appendisitis pada laki-laki adalah 8,6 % sedangkan pada perempuan
6,7 %.
Etiologi
Penyebab appendisitis akut belum
diketahui secara pasti, kemungkinan multifaktorial yaitu: obstruksi lumen, pola
diet dan faktor familial.
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai
hal berperan sebagai faktor pencetusnya antara lain sumbatan lumen apendiks
(hiperplasi jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askariasis).
Penyebab lain yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolitica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya iniakan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
Patologi
Apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Gambaran Klinik
Abdominal pain à periumbilical
colicky pain diikuti dengan mual dan muntah à migrasi ke right iliac fossa.
Nyeri yang awal muncul adalah nyeri viseral sesuai dengan inervasi midgut.
Kemudian nyeri bermigrasi karena proses inflamasi pada peritoneum parietal.
Pemeriksaan
Pasien
sering mengalami demam ringan hingga 38°C dengan takikardia.
Pemeriksaan
abdomenà nyeri tekan
dan rigiditas muskular yang bersifat lokal apabila nyeri telah bermigrasi RLQ. Rebound
tenderness (+). Nyeri paling berat dirasakan pada Mc Burney’s point.
Rectal Toucer
à nyeri tekan
pada bagian kanan (pelvic appendix).
Rovsig’s
sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+). Uji psoas dilakukan dengan
rangsanganotot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggulkanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Uji obturator digunakanuntuk melihat apakah apendiks yang meradang
kontak dengan m. obturator internusyang merupakan dinding panggul kecil.
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Diagnosis
Diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah ( 15%-20%), kesalahan diagnosis
lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini karena pada perempuan
terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut.
Keluhan itu berasal dari genitalian interna karena ovulasi, menstruasi, radang
di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.
Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi
dapat dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi. Bila apendektomi
terbuka insisi McBurney paling banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Massa periapendikuler
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi diselubungi oleh
omentum dan atau usus halus. Pada massa apendikuler yang penenangannya
belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh sebab itu massa
periapendikuler yang masih bebas disarankan segera dioperasi
untuk mencegah hal tersebut. Apendektomi direncanakan pada
infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien
diberikan antibiotika kombinasi yang sensitif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, sekitar 6-8 minggu dilakukan apendektomi.
Apendisitis perforata
Adanya
fekalit, umur, dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang yang berperanan
dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidens perforasi 60% pada
penderita diatas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden
perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat,
adanya perubahan anatomi berupa penyempitan apendiks,arteriosklerosis. Pada anak-anak apendiks lebih panjang dan lebih tipis
daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan akan lebih mudah mengalami
perforasi. Perforasi apendiks
akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi,
nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, perut menjaddi tegang dan kembung,
nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut mungkin dengan punctum
maksimum diregio iliaka kanan, peritalsis usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.
Perbaikan
keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan
pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu
dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara
mudah. Rongga
abdomen dapat dibilas dengan mudah. Karena ada kemungkinan
terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan drainage subfacia, kulit
dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah
dipastikan tidak ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang drainage intraperitoneal
karena justru akan menyebabkan komplikasi infeksi lebih sering.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar